Kamis, 09 Mei 2013

ADOPSI MENURUT TATANAN ISLAM


ADOPSI
A.      Pendahuluan
Anak merupakan anugerah terindah yang tidak tergantikan dalam sebuah keluarga. Setiap orang yang berumah tangga sangat menginginkan akan hadirnya seorang anak. Anak dapat memberikan hiburan tersendiri kepada orang tua di kala mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan penerus keturunan dalam keluarga. Namun, tidak semua keluarga memiliki kesempatan untuk memiliki anak kandung. Banyak hal yang menyebabkan hal ini, bisa jadi karena alasan medis, karena usia, atau karena memang belum dipercaya oleh Tuhan untuk memiliki anak.
Bagi keluarga yang belum dikaruniai anak, adopsi merupakan salah satu jalan yang ditempuh untuk memiliki seorang anak. Ada beberapa motif yang dijadikan alasan seseorang atau keluarga mengadopsi anak, mulai dari alasan belum dikaruniai keturunan, untuk meringankan beban orang tua kandung si anak, dan sebagainya.
Pengangkatan anak (adopsi) telah ada sejak jaman dulu. Di Indonesia, pengangkatan anak di atur oleh undang-undang, meskipun masing-masing etnis atau golongan masyarakat memiliki aturan tersendiri mengenai pengangkatan anak ini. Hal ini mengakibatkan peraturan perundang-undangan yang ada seringkali berbenturan dengan hukum adat atau agama, sedangkan islam juga memiliki aturan tersendiri mengenai hukum adopsi.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.   Apakah yang dimaksud dengan adopsi?
2.   Motivasi apa saja yang menjadikan seseorang melakukan adopsi?
3.   Bagaimana hukum adopsi menurut Islam?



C.      Pembahasan
1.      Pengertian Adopsi
Kata adopsi berasal dari bahasa Inggris “adoption” yang berarti pengangkatan atau pemungutan sehingga sering dikatakan adoption of child yang artinya pengangkatan atau pemungutan anak. Dalam bahasa Arab, adopsi dikenal dengan istilah attabanni, yang dimaksudkan sebagai mengangkat anak, memungut atau menjadikannya anak.[1]
Sedangkan pengertian adopsi menurut istilah, dapat didefinisikan sebagai berikut;  pertama,  adopsi adalah mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anak kandungnya sendiri, tanpa memberi status anak kandung pada anak tersebut. Kedua, mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung, sehingga anak tersebut berhak memakai nasab orang tua angkatnya dan mewarisi harta peninggalannya, dan hak-hak lainnya sebagai hubungan anak dengan orang tua.[2]
Pengertian pertama menggambarkan bahwa anak angkat itu sekadar mendapatkan pemeliharaan nafkah, kasih sayang dan pendidikan, dan tidak dapat disamakan dengan status anak kandung, baik dari segi pewarisan maupun dari perwalian. Hal ini dapat disamakan dengan anak asuh menurut istilah sekarang ini. Pengertian kedua menggambarkan pengangkatan anak tersebut sama dengan pengangkatan anak seperti yang terjadi di jaman jahiliyah, di mana anak angkat itu sama statusnya dengan anak kandung, ia dapat mewarisi harta benda orang tua angkatnya dan dapat meminta perwalian kepada orang tua angkatnya bila ia akan dinikahi.
Praktek adopsi di Indonesia, seperti di Bali, beberapa di antaranya dilakukan dengan upacara keagamaan dan dengan pengumuman serta penyaksian pejabat dan tokoh agama agar terang statusnya. Setelah upacara adopsi itu selesai, maka anak tersebut resmi menjadi anggota penuh dari kerabat keluarga yang mengangkatnya, dan terputus hak warisnya dengan kekerabatan atau keluarga yang lama sebagaimana seperti penjelasan pengertian adopsi yang kedua. Di Sulawesi Selatan, anak angkat masih ada hubungan waris dengan orang tua kandungnya dan keluarganya, dan ia tidak berhak menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya, tetapi ia dapat diberi hibah atau wasiat. Sementara itu, anak angkat di suku Jawa juga masih tetap ada hubungan kekerabatan dengan orang tua kandungnya. Ia masih mendapat hak waris dari orang tuanya dan juga mendapatkan hak waris dari orang tua angkatnnya namun bagian hak warisnya tidak penuh seperti bagian hak waris anak kandung.[3]
Sedangkan menurut Islam, adopsi adalah pengangkatan anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anak kandungnya sendiri, tanpa memberi status anak kandung pada anak tersebut. Islam melarang praktek adopsi yang menjadikan anak angkat berstatus sebagai anak kandung karena pengangkatan anak tersebut juga tidak dapat memutus pertalian antara anak angkat tersebut dengan orang tua kandungya. Anak tersebut tetap memakai nasab orang tua kandungnya dan tidak boleh memakai nasab orang tua angkatnya, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Ahzab : 4-5 sebagai berikut:[4]
مَّا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللَّائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءكُمْ أَبْنَاءكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ﴿٤﴾ ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً ﴿٥﴾


Artinya:
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Ahzab : 4-5)

2.      Motivasi orang melakukan adopsi
Ada beberapa motivasi yang melandasi pengangkatan anak di Indonesia, sehingga merupakan suatu kebutuhan hidup masyarakat. Motivasi tersebut antara lain:[5]
a.       Karena tidak mempunya anak.
b.      Karena motivasi kasih sayang terhadap anak yang tidak memiliki orang tua, atau anak dari orang tua yang tidak mampu.
c.       Karena ia hanya mempunyai anak perempuan, sehingga mengangkat anak laki-laki atau sebaliknya.
d.      Untuk menambah jumlah keluarga, karena mungkin berkaitan dengan kepentingan keperluan tenaga kerja dan sebagainya.
e.       Anggapan bahwa dengan mengadopsi anak, pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak akan segera dikaruniai anak, dan lain-lain.
Pengangkatan anak didasari dengan motivasi yang berbeda-beda, maka Islam perlu menata kembali tata cara pengangkatan anak, sehingga dapat dibedakan antara anak kandung dan dengan anak angkat, terutama hak-hak yang berkaitan dengan pewarisan, hubungan mahram, dan status perwalian (dalam masalah perkawainan), karena hal ini terkait dengan masalah ibadah antara lain misalnya hubungan mahram, dapat membatalkan wudhu antara bapak dengan anak angkatnya yang perempuan, padahal lain halnya dengan anak kandung yang tidak demikian.

3.      Hukum Adopsi menurut Islam
Islam menetapkan bahwa antara orang tua angkat dengan anak angkatnya tidak terdapat hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang dan hubungan tanggung jawab sebagai sesama manusia. Karena itu, antara keduanya dapat berhubungan tali perkawinan apabila antara anak angkat dan orang tua angkat tersebut bukan mukhrim.
Begitu juga halnya Rasulullah saw. diperintahkan oleh Allah mengawini bekas istri Zaid sebagai anak angkatnya. Berarti antara Rasulullah dengan Zaid, tak ada hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang sebagai bapak angkat dengan anak angkatnya. Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 37 :[6]
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَراً زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَراً وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولاً ﴿٣٧﴾
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. QS. Al-Ahzab ( 33 : 37 )
Yang dimaksud dengan orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya ialah Zaid bin Haritsah. Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dengan memberi taufik masuk Islam. Nabi Muhammad pun telah memberi nikmat kepadanya dengan memerdekakan kaumnya dan mengangkatnya menjadi anak. Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang boleh mengawini bekas isteri anak angkatnya.
Islam tetap membolehkan adopsi dengan ketentuan:[7]
a.         Nasab anak angkat tetap dinisbatkan kepada orang tua kandungnya, bukan kepada orang tua angkatnya.
b.         Anak angkat itu dibolehkan dalam Islam, tetapi sekedar sebagai anak asuh, tidak boleh disamakan dengan status anak kandung, baik dari segi pewarisan, hubungan mahram, maupun wali (dalam perkawinan).
c.         Karena anak angkat itu tidak boleh menerima harta warisan dari orang tua angkatnya, maka boleh mendapatkan harta benda dari orang tua angkatnya berupa hibah.
d.        Pengangkatan anak yang tidak didasari dengan niat atau tujuan yang tidak baik.
Dari segi kasih sayang, persamaan hidup, persamaan biaya pendidikan antara anak kandung dengan anak angkatnya (adopsi) dibolehkan dalam Islam. Jadi hampir sama statusnya dengan anak asuh.


Faktor yang dilarang dalam adopsi antara lain:[8]
a.       Menasabkan seseorang bukan kepada bapaknya sendiri.
b.      Menggauli mereka seperti anak sendiri, sehingga ia seakan-akan mahram bagi anak perempuan kita dan sebaliknya. Mengadopsi tidak menjadikan ia itu halal untuk berduaan. Akan tetapi dia tetap asing, sehingga ia tidak boleh berdua, tidak boleh melihat sebagian aurat wanita di rumah itu, boleh dinikahi oleh anggota keluarga tersebut dan lain-lain.
c.       Pengangkatan anak didasari dengan niat atau tujuan yang tidak baik.

D.      Kesimpulan
Adopsi memiliki dua pengertian; pertama, adopsi adalah mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anak kandungnya sendiri, tanpa memberi status anak kandung pada anak tersebut. Kedua, mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung, sehingga anak tersebut berhak memakai nasab orang tua angkatnya dan mewarisi harta peninggalannya, dan hak-hak lainnya sebagai hubungan anak dengan orang tua.
Sedangkan menurut Islam, adopsi adalah pengangkatan anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anak kandungnya sendiri, tanpa memberi status anak kandung pada anak tersebut.
Islam membolehkan adopsi dengan ketentuan; tidak menasabkan seseorang bukan kepada bapaknya sendiri, tidak menggauli mereka seperti anak sendiri, sehingga ia seakan-akan mahram bagi anak perempuan kita dan sebaliknya, dan tidak dikarenakan niat atau tujuan yang tidak baik.

DAFTAR PUSTAKA
Masjfuk Zuhdi, Masail Fikiyah, (Jakarta: PT. Midas Sura Grafindo, 1987), 28
Wawan Sjahriyanto, Quran Player Versi 2.0.1.0, (2005)
http://www.daniexe.co.cc/2009/06/adopsi-dalam-pandangan-islam.html. Jum’at, 22 April 2011. Pukul 16.30 WIB.
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/06/13/119639-mengadopsi -anak-menurut-hukum-islam. Jum’at, 22 April 2011. Pukul 16.30 WIB.



























[1] http://www.daniexe.co.cc/2009/06/adopsi-dalam-pandangan-islam.html
[2] Masjfuk Zuhdi, Masail Fikiyah, (Jakarta: PT. Midas Sura Grafindo, 1987), 28
[3] Zuhdi, 28-29
[4] Wawan Sjahriyanto, Quran Player Versi 2.0.1.0, (2005)
[5] http://www.daniexe.co.cc/2009/06/adopsi-dalam-pandangan-islam.html

[6] Wawan Sjahriyanto, Quran Player Versi 2.0.1.0, (2005)
[7] Zuhdi, 31-32
[8]http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/06/13/119639-mengadopsi-anak-menurut-hukum-islam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar